KEUTAMAAN CAHAYA MALAM (Part 3)

*KENANG-KENANGAN YANG HILANG*

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

Suasana pagi itu begitu ceria. Suara kecerian dari anak-anak yang lugu tak berdosa terdengar dimana-mana. Jajaran bus pariwisata berbaris sejajar di sepanjang jalan. Anak-anak duduk di dalamnya. Tak sabar menunggu keberangkatan bus yang dinanti-nanti sejak tadi. Mereka akan pergi berwisata ke Kebun Binatang Ragunan Jakarta. Hari itu memang acara yang lama dinanti-nanti oleh para anak-anak TK yang memang sudah menjadi kegiatan akhir tahun kegiatan yang wajib dilaksanakan.

Waktu sudah menunjukan pukul 08.00 pagi. Anak-anak sudah tidak sabar untuk segera berangkat. Suara gemuruh anak-anak semakin nyaring tanda bahwa mereka sangat semangat untuk segera pergi ke tempat tujuan.

Tibalah guru-guru mengabsen satu demi satu para muridnya. Termasuk Bu Dilla. Ya, Bu Dilla. Dia adalah salah satu guru terfavorit yang sangat di cintai oleh anak-anak muridnya. Dengan wajah yang ceria seperti biasannya ia tunjukan kepada anak didiknya. Hari itu ia sangat cantik dan menawan. Baru kali ini ia sedikit memanjakan wajahnya dengan kosmetik yang indah jika ia gunakan. Seragam yang serasi membuat semua orang melihatnya menjadi kagum. Ketika beliau sedang asyik memanggil satu persatu muridnya yang ada di dalam bus, tiba-tiba ada suara dari arah belakang.

assalamu’alaikum Bu Dilla”.

waalaikum salam”. Jawab ia, seraya menoleh kearah orang yang memanggilnya.

“maaf bu, saya titip anak saya, Rini, pengasuhnya sedang pulang kampung beberapa hari”

“ia pa, insya allah saya akan jaga Rini dan semuanya”.

“kalau begitu saya permisi ya Bu, wassalamu’alaikum”. Seraya bergegas dan langsung menuju mobil pribadinya.

Ternyata suara yang memanggilnya itu adalah Pak Juna, orang tua dari Rini. Pak Juna memang terkenal dengan orang yang sangat sibuk. Maklumlah, beliau adalah seorang pengusaha yang sangat sukses di daerahnya. Begitu pula dengan ibunya Rini. Beliau juga sangat sibuk dengan pekerjaannya. Saking sibuknya, tak pernah ada waktu untuk Rini. Rini diasuh oleh pengasuhnya Mbak Ranti. Mabak Ranti lah yang biasa mengantar Rini ke TK. Tapi selama 2 minggu ini  ia cuti karena ayahanda di kampung sedang jatuh sakit. Hal ini lah yang sangat mengiris hati dari sosok Bu Dilla.  Ia sangat prihatin dengan keadaan Rini yang sangat jauh dari kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Seorang pengasuh tidaklah sama dengan peran orang tua. Tidak heran kalau rini suka mencari perhatian di luar rumah.

“baik anak-anak, sebelum kita berangkat, mari kita sama-sama  mambaca do’a ya, supaya dalam perjalanan, kita dilindungi oleh Allah swt.”

Anak-anak pun membaca do’a yang dipimpin oleh Bu Husna.

Dalam perjalanan anak-anak begitu ceria. Canda tawa sambil menyanyi bersama. Sebagian ada yang melihat-lihat gedung menjulang di luar bis. Dan sebagian lagi ada yang bercengkrama dengan orang tua masing-masing. Perjalanan panjang itu membuat anak-anak semakin tidak sabar untuk segera sampai di tujuan.

Satu jam berlalu, sampailah mereka di tempat tujuan, Ragunan Jakarta. Satu demi satu anak-anak turun dari mobil yang mengantarkan. Semua berbaris dan mendengar arahan dari panitia.

“anak-anak, kita sudah sampai di Ragunan, jangan pernah pergi sendirian yah, harus bersama guru atau orang tua atau yang membimbing kalian semua”.Bu Husna memberi arahan.

Ketika Bu Husna memberi arahan kepada anak-anak. Dilla melihat Rini berbeda dengan tema-teman yang lain. Mereka begitu ceria sedangkan Rini selalu menunduk dan tak terlihat kecerian ada di raut wajahnya. Mungkin dari awal berangkat sampai sekarang ia selalu begitu.

“Rini sayang, kenapa ko kelihatannya cemberut terus”. Bu Dilla mendekat seraya bertanya lembut.

Tapi Rini tetap diam dalam tundukan. Dilla sudah paham betul apa yang dirasakan Rini. Melihat anak-anak yang lain datang bersama orang tua masing-masing, sedangkan ia tidak ditemani siapapun. Yah, mungkin itu lah penyebab Rini selalu diam dan menunduk.

“Ibu punya permen, Rini mau?”. Dilla mencoba menghidur, tapi Rini tetap diam membisu.

“Kita kesana yuk!, ikut sama teman-teman Rini yang lain. Rini sama Ibu yah!”. Sambil menuntun tangan kanan Rini. Seketika itu wajah Rini sedikit ada senyuman.

Sebenarnya Rini adalah sosok yang ceria ketika di dalam kelas. Sosok anak yang aktif sekali, berbeda dengan teman-teman lainnya. Mungkin itu adalah salah satu cara Rini untuk meminta perhatian dari guru dan teman-temannya.

Dari hati yang paling dalam, Dilla merasakan apa yang Rini rasakan. Ingatan Dilla kembali pada masa kecilnya. Apa yang dialami oleh Rini pernah dirasakan oleh dirinya, bahkan mungkin lebih dari Rini. Kesepian Rini tanpa perhatian dari orang tua, mungkin hanya sementara. Ketika ia pulang, orangtuanya akan menyambut dia dengan senyum penuh keceriaan. Bercengkrama menceritakan apa yang tadi dipelajari. Berbeda dengan apa yang Dilla alami. Sedari kecil, orang tuanya berpisah. Sedari itu juga ia tidak tinggal dengan ayah maupun ibu. Ia diasuh oleh seorang nenek yang sekarang sudah ia anggap orang tua sendiri karena nenek lah yang membesarkan ia dari kecil hingga sekarang. Lulus Sekolah Dasar, ia di masukan ke pondok pesantren. Jadi sedikit sekali perhatian yang ia dapatkan dari orang tua. Namun begitu ia tetap menyayangi orang tuanya karena kewajiban seorang anak adalah berbakti dan menyangi mereka apapun yang terjadi.

Canda tawa anak-anak yang begitu riang menceriakan suasana sesiapa yang berada disana. Rini yang sedari tadi murung tak menampakan keceriakan, sekarang ikut dalam suasana penuh keceriaan, seakan melupakan apa yang tadi dirasakan. Semuanya berkeliling mengikuti instruktur yang diberikan oleh para pembimbing. Anak-anak ceria dan sangat senang ketika melihat binatang-binatang yang ada disana. Apa lagi ketika melihat atraksi hewan yang sedang beraksi di setiap kandang masing-masing.

“allahu akbarullahu akbar”. Suara adzan Dzuhur sudah berkumandang di sudut masjid Ragunan. Anak-anak beserta para pembimbing segera melaksanakan kewajiban shalat Dzuhur. Anak-anak dibimbing melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah. Begitu pula dengan para pengunjung lainnya.

Waktu sudah menjukan pukul 2 siang. Waktunya para peserta rombongan study tour TK untuk segera pulang. Sebelum berangkat pulang, tak lupa anak-anak membaca do’a terlebih dahulu yang dibimbing oleh Bu Husna. Tak lama rombongan bis itu berangkat pulang ke tempat tujuan.

Dalam perjalanan pulang, tak terdengan suara riuh tawa dari anak-anak. Dilla melihat di sekitaranya. Anak-anak tertidur dalam perjalanan. Melihat wajah lelah namun kebahagiaan terlihat dari raut anak-anak, membuat Dilla pun ikut senang. Lelah yang Dilla rasakan mulai terasa, rasa kantuk mulai datang. Ketika matanya akan terlelap, tiba-tiba ingatannya tertuju pada sebuah benda yang tidak terlalu mahal tapi begitu berharga baginya,

“altaghfirullah”. Rasa kaget bercampur bingung.

“ada apa Bu Dilla”. Tanya Bu Yanti yang memang duduk bersebelahan dengannya.

“jam tangan saya tertinggal di mesjid tadi sewaktu shalat Dzuhur Bu”. Jawab dengan rasa bingung.

“innalillahi, kenapa bisa tertinggal Bu? Apa perlu kita balik lagi untuk mengambil jam ibu”?

“Tidak usah Bu, kita sudah jauh dari Ragunan, kasian juga anak-anak sudah lelah ingin segera sampai rumah”.

Mencoba untuk mengikhlaskan jam tangannya, Dilla mencoba untuk tidur dalam bis. Namun ingatannya tiba-tiba teringat pada kenangan akan jam tangan tersebut. Ya…. jam tangan itu adalah hadiah ulang tahun ketika Dilla SMA kelas XI. Waktu itu adalah hari ulang tahunnya yang ke 17. Jam itu adalah hadiah dari sosok yang dulu pernah ada dalam kehidupannya, namun seseorang itu telah mengecewakan hati dan perasaannya Sebenarnya Dilla tak pernah memakai jam itu. Tapi entah mengapa ketika mau pergi ke Ragunan Dilla ingin memakai jam tangan tersebut, dan ternyata sekarang jam tersabut sedah hilang untuk selamanya.

Waktupun berlalu, bis yang ditumpangi anak-anak sudah sampai tujuan. Anak-anak turun dengan rapi dan tertib, dan mereka pulang ke rumah masing-masing dengan riang dan senang.